Jumat, 03 Agustus 2012

TEKSODAMA NEWS : Selasa, Juli 03, 2012 | Editor: gatot susanto Kejari Selidiki Kasus Jasmas

LAMONGAN – Dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) terhadap dana Jaring Aspirasi Masyarakat (Jasmas) di Lamongan mendapat tanggapan serius dari pihak Kejari Lamongan. Untuk mengungkap kebenaran kasus ini, Kejari melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut.

    Kasi Intel Kejari Lamongan, Imang Job Marsudi mengaku, pihaknya tidak bisa tinggal diam setelah mencium dugaan tipikor dana Jasmas. "Kita sudah melakukan penyelidikan kasus ini," katanya, Selasa (3/7).

    Disinggung soal langkah penyelidikan, menurutnya pihaknya sudah melakukan pemanggilan saksi dari lima desa penerima bantuan tersebut. Lima desa yang masing-masing menerima anggaran Rp 100 itu, yakni Desa Keting, Moro, Ngarum, Latek dan dan Siman. Pihak desa terkait bantuan dana itu antara lain pihak penerima dana, pelaksana dan Kades. "Hari ini (kemarin-red) kami juga minta keterangan saksi," katanya.

    Disinggung lebih jauh, Imang Job Marsudi belum berani menarget, kapan penyelidikan kasus tipikor ini tuntas. Pasalnya, penyelidikan bisa saja berkembang sesuai hasil penyelidikan awal. Artinya, pemanggilan saksi bisa saja terus berkembang. "Kini kita melakukan Puldata dulu," katanya.

    Diberitakan sebelumnya, dana Jaring Aspirasi Masyarakat (Jasmas) di Lamongan diduga dikorupsi. Indikasinya, selain sarat penyimpangan, juga tidak ditemukan bukti proyek. Dugaan tipikor atas dana ratusan juta rupiah bantuan negara itu diungkap LSM Teksodama.


    Manajer LSM Teksodama, Fauzi Nurofiq membeber dugaan penyalahgunaan uang negara itu terjadi di lima desa di Kecamatan Sekaran.  Lima desa itu yakni Desa Keting, Moro, Ngarum, Latek dan dan Siman. "Kami sudah mengantongi dugaan tipikor kasus ini," katanya, Senin (2/7) lalu.

    Dari hasil investigasi, masing-masing dari lima desa ini menerima dana Rp 100 juta. Meski bantuan itu masuk anggaran 2011, namun realisasinya cair pada tahun 2012.  Dana tersebut dicairkan melalui kelompok masyarakat (Pokmas) desa setempat.

    Dia mencontohkan, praktek di Desa Keting. Dana Rp 100 juta tersebut diperuntukkan pengerukan sungai senilai Rp 25 juta sebagai ongkos kerja. Celakanya, pengerukan itu dilakukan pada aliran sungai Bengawan Solo, yang notabene bukan masuk wilayah Desa Keting.

    Menjadi pertanyaan lagi, bekas pengerukan itu kini tertutup oleh proyek Bengawan Solo. Sehingga bekas pekerjaan yang menelan anggaran Rp 25 juta itu kini tidak berbekas. Padahal di sisi lain, warga setempat menghendaki proyek irigasi itu dilakukan di desa Keting. "Tampaknya ada kesengajaan proyek Jasmas di aliran Bengawan Solo agar tertutup oleh proyek yang lebih besar," katanya. 

    Lebih celaka lagi, dana Rp 75 juta dari bantuan desa ini. Dana tersebut diduga kuat dipotong. Indikasinya, hingga kini pemanfaatan dari dana Rp 75 juta tersebut belum jelas. "Jadi pemanfaatan dana Rp 75 juta ini hingga kini belum jelas,"  latanya.

    Lain di desa Keting, lain pula di Desa Siman. Di desa disebut terakhir ini, bantuan yang mestinya untuk proyek irigasi, ternyata dimanfaatkan untuk proyek jalan. Bukan hanya terdapat dugaan penyalahgunaan atas dana Rp 100 juta ini. Dana Jasmas ini juga diduga kuat dikorupsi semuanya. Indikasinya, meski di dalam laporan pelaksaan proyek disebut untuk jalan, tapi pada realisasinya tidak ditemukan adanya bukti pelaksaaan proyek. ‘’Terus dikemanakan uang Rp 100 juta ini,’’ kata Fauzi. Atas dugaan penyalahgunaan dan tipikor atas uang negara ini, LSM Teksodama mendesak lembaga peradilan segara turun tangan. ‘’Ini saatnya lembaga hukum menunjukkan keseriusannya dalam penegakan hukum,’’ katanya.  (ka/dm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar